BANYUMAS, semarangnews.id – Keceriaan terpancar di wajah Riska Nur Aini, siswa kelas XI SLB B Yakut Purwokerto. Saat teman-temannya grogi, Riska justru maju dan langsung menyapa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggunakan bahasa isyarat.
Ganjar berkunjung ke sekolah tersebut Selasa (9/8/2022) saat melakukan olahraga pagi di Purwokerto. Ternyata sosok Ganjar sangat familiar di mata anak-anak difabel sehingga mereka sangat interaktif saat bertemu.
“Alhamdulillah beliau komunikatif sekali dan anak-anak juga komunikatif sekali karena Pak Ganjar terkenal juga di anak-anak sehingga anak-anak tahu itu siapa, Bapak Gubernur siapa namanya, Pak Ganjar. Meskipun mereka tidka mendengar tetapi mereka tahu bahwa Gubernur Jawa Tengah adalah Pak Ganjar,” ujar Kepala SLB B Yakut Purwokerto.
Pagi itu Ganjar sedang olahraga lari keliling kota Purwokerto. Saat melintas di Jalan Kol Sugiri, Purwokerto, Ganjar tiba-tiba berbelok masuk ke SLB B Yakut. Kedatangan mendadak itu sempat membuat heboh para guru di sekolah tersebut. Suasana semakin meriha ketika anak-anak sekolah mihat sosok Ganjar sudah berada di halaman sekolah.
Anak-anak yang semuanya merupakan kelompok tuli dan wicara itu langsung berlarian mendekati Ganjar. Mereka langsung meminta jabat tangan. Saat itulah, seorang guru langsung memandu sebagai perantara antara Ganjar ringan anak-anak.
Sebagian besar anak-anak tahu kalau sosok yang datang itu adalah Gubernur Jawa Tengah. Namun tidak banyak yang berani menyebutkan namanya. Sampai akhirnya seorang anak kelas XI, Riska Nuraini, sangat antusias menyebutkan nama Ganjar dengan bahasa isyarat.
Riska kemudian diminta maju oleh Ganjar dan mendapatkan hadiah handphone karena dengan erani menjawab pertanyaan dari kepala sekolah. Setelah itu, Ganjar juga dipertemukan lagi dengan Ila Rahma. Siswa kelas XI itu sebelumnya pernah bertemu dengan Ganjar di Hari Anak Nasional Tini Provinsi yang digelar di Pendopo Banyumas bulan lalu.
“Kamu saya kasih handphone karena sudah berani menjawab. Teeus kamu yang kemarin bertemu di Hari Anak ya, ternyata sekolahnya di sini. Nanti biar dikirim sepedanya, mau yang lipat apa yang besar? O yang besar,” ujar Ganjar kepada kedua anak itu yang disambut dengan ucapan terima kasih dari Riska dan Ila menggunakan bahasa isyarat.
Nety Lestari mewakili pihak sekolah sangat senang sekali karena Ganjar Pranowo sangat perhatian dan mau mampir ke sekolah meskipun hanya sebentar. Kedatangan Ganjar dapat memberikan motivasi bagi 105 anak difabel tunarungu-wicara di SLB Yakut.
“Semoga nanti Pak Ganjar akan mengingat kami dan akan mendirikan SLB Negeri di Kabupaten Banyumas karena kami ada empat, semuanya swasta. Biar anak-anak Banyumas lebih tercover, bisa menikmati pendidikan yang layak untuk anak-anak berkebutuhan khusus,” katanya.
Ganjar Pranowo mengatakan terkait permintaan adanya SLB Negeri di Kabupaten Banyumas bisa saja direalisasikan. Namun sebelumnya harus dihitung dulu rasio, sistem, dan kebutuhannya. Apalagi sejauh ini sudah ada beberapa SLB swata di Kabupaten Banyumas.
“Sebenarnya kita bisa hitung saja, mau SLB, SMK/SMA, semuanya sebenarnya tinggal kita hitung rasionya, sistemnya agar ada perimbangan. Kalau memang diperlukan bukan tidak mungkin. Tadi saya tawari juga, nggak ada (yang negeri), ya sudah yang ini saya negerikan boleh tidak? Lalu dia mikir,” katanya.
Ganjar menjelaskan, pada dasarnya tidak menjadi masalah apakah itu SLB negeri atau swasta. Ia lebih menitikberatkan pada akses pendidikan yang harus diberikan kepada siapa pun, terutama yang berkebutuhan khusus. Sebenarnya ada banyak cara atau sistem yang bisa dipakai untuk membantu akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
“Kalau tadi banyak kelompok tuli ya, tapi perjuangannya luar biasa karena beberapa di antaranya ada yang berprestasi bagus dan bertemu di hari anak beberapa waktu lalu. Jadi sangat memungkinkan (SLB Negeri) tinggal kita mengkalkulasi atau menghitung kondisi itu sehingga bisa masuk dalam program. Pelan-pelan di beberapa pengalaman bisa menegerikan, bisa membantu yang swasta, bisa kita kasih bantuan keuangan maupun peralatan, capacity building, training, yang penting satu saja, akses anak-anak ada. Bisa negeri bisa swasta,” jelasnya.