WONOSOBO, semarangnews.id – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo lesehan bareng seniman musik Bundengan saat menghadiri Gala Dinner Hari Sumpah Pemuda di Pendopo Kabupaten Wonosobo, Kamis (27/10/2022) malam. Ganjar sempat menjajal alat musik yang sudah masuk ke dalam warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Pertunjukan musik Bundengan itu awalnya ditampilkan untuk menghibur peserta gala dinner yang hadir dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dua musisi bernama Said Abdullah (28) dan Nanda (19) memainkan dua lagu. Pertama, tembang “Sulasih” yang biasa digunakan sebagai pengiring tari Lengger Wonosobo. Kedua, lagu “Caping Gunung”.
Pada akhir pertunjukan, Ganjar yang sudah selesai menyantap hidangan mie ongklok khas Wonosobo langsung diminta untuk mencoba alat musik tradisional itu. Ganjar kemudian beranjak dari tempat duduknya dan langsung duduk bersila di balik Bundengan. Ia langsung memetik senar yang dipasang pada kowangan (peneduh dari anyaman bambu yang biasa digunakan oleh penggembala bebek). Saat itu juga penonton langsung serentak melantunkan lagu “Ojo Dibandingke” ciptaan Abah Lala.
“Wis. Wis. Ora iso nadane. (Sudah. Tidak bisa nadanya),” ujar Ganjar yang langsung meminta Said untuk memainkan Bundengan dan Nanda menyanyikan lagu “Ojo Dibandingke”. Ganjar dan semua yang hadir pun ikut mendendangkan lagu tersebut.
Usai acara, Ganjar mengatakan bahwa Bundengan merupakan alat musik tradisional yang sangat unik dan bagus. Apalagi sekarang mulai banyak anak-anak muda yang memainkan alat musik itu.
“Alat musik yang bagus banget ya. Bundengan itu ada yang memainkan, tradisional, dan menurut saya ini bisa dijadikan satu musik khas yang sangat etnik. Etnomusiknya itu bisa betul-betul memunculkan,” katanya.
Ganjar berharap kesenian tersebut bisa terus dikembangkan. Apalagi sudah masuk dalam warisan budaya tak benda. Mereka yang mendengar dan melihat Bundengan dimainkan pasti tidak menyangka jika alat itu dulunya digunakan untuk berteduh para penggembala bebek.
“Kalau kemudian di Wonosobo bisa dimainkan oleh banyak orang dan nanti dikawinkan dengan musik-musik modern, rasa-rasanya ini akan menjadi satu tontonan yang menarik karena unik banget dan orang pasti tidak mengira kalau itu bisa dipakai untuk alat musik. Dulunya itu hanya dipakai untuk berteduh sebagai peralatan. Ini pernah ditampilkan juga di beberapa negara dan banyak orang yang menekuni itu. Menurut saya itu oke banget,” ujar Ganjar.
Said Abdullah mengatakan awal mula Bundengan terbuat dari kowangan yang biasa dipakai petani dan penggembala bebek untuk berteduh. Selanjutnya peneduh itu dimodifikasi menjadi alat musik. Biasanya para petani dan penggembala itu berteduh sambil memainkan musik pada waktu senggang di sawah.
Menurut Said, musik Bundengan saat ini mulai diterima dan populer lagi di kalangan anak-anak muda di Wonosobo, terutama sejak tahun 2017 silam. Bahkan Bundengan sudah menjadi salah satu ekstrakurikuler di salah satu sekolah menengah pertama di Wonosobo sejak tahun 2018. Bahkan ada festival khusus alat musik Bundengan yang diberi nama “World Is Bundengan” yang digelar rutin sebelum pandemi. Di Wonosobo juga ada satu desa yang terkenal dengan musik Bundengan yaitu Desa Ngabean.
“Anak-anak muda sudah banyak sekali yang berkecimpung dengan Bundengan, bisa memainkan dan melestarikan. Bahkan ada yang bisa membuat Bundengan juga. Jadi untuk generasi penerus Bundengan itu sebenarnya anak-anak sudah banyak yang mengetahui dan menguasai juga,” ujar lulusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta itu.
Said tidak menyangka penampilan di Pendopo Kabupaten Wonosobo itu dapat mempertemukannya dengan Ganjar Pranowo. Itu merupakan pertama kali ia bertemu dan langsung bermain bersama Ganjar.
“Dulu bersama kawan-kawan komunitas pernah mengundang Pak Ganjar tapi waktu beliau belum tepat. Ini kesempatan tidak terduga bisa bertemu dengan Pak Ganjar dan menunjukkan kepada beliau bahwa ini lho ada alat musik tradisional khas Wonosobo,” ujar pemuda yang pernah mementaskan musik Bundengan dalam sebuah simposium di Melbourne, Australia, pada tahun 2018 lalu itu.
Ia juga menceritakan bagaimana respons Ganjar mengenai alat musik tradisional khas Wonosobo itu. Menurutnya, Ganjar sangat mengapresiasi dan mendukung seni tradisional yang ada di Jawa Tengah.
“Respons Pak Ganjar luar biasa karena beliau juga sangat apresiasi dengan seni, khususnya seni tradisional daerah. Pak Ganjar juga mendukung sekali dengan kesenian-kesenian yang ada di Wonosobo dan Jawa Tengah,” ujarnya.