SEMARANG, semarangnews.id – Keberadaan pesantren kini dapat bersaing dengan sekolah umum. Buktinya saat ini banyak santriwan dan santriwati yang menduduki posisi penting di pemerintahan, bahkan mampu berprestasi di kancah internasional.
Hal itu disampaikan Ganjar usai menghadiri Halaqoh Ulama Nasional dengan tema Menjaga Marwah Pesantren, di Hotel Ciputra, Semarang, Selasa (8/11/2022). Acara tersebut diikuti sekitar 125 ulama dari Ponpes, Ormas Islam dan MUI kabupaten kota.
“Ini bagus sekali, jadi tokohnya kumpul. Sensitivitas para romo kiai dan ulama kita luar biasa. Yang harus dijaga adalah bagaimana menyiapkan santri-santri ini ke depan,” kata Ganjar.
Persoalan membangun karakter yang seringkali sulit dihadapi oleh sekolah umum, kata Ganjar, telah menjadi budaya di pondok pesantren. Para santri terbiasa menghormati orang terutama ulama.
“Moderasi pasti sangat terjaga karena selalu hormat sama orang itu. Apalagi sama guru-gurunya. Itu yang selaku saya pesankan di manapun, hormati orang tuamu, gurumu, cintai bangsa dan negaramu,” ujarnya.
Para santri pun memiliki karakter yang baik. Bukan hanya pandai menghormati orangtua, tetapi juga punya kecintaan terhadap bangsa dan negara yang dibangun lewat Hubbul Wathan Minal Iman.
“Maka kita dulu di hari santri, kenapa sih harus ada hari santri karena dulu resolusi jihadnya dikeluarkan untuk melawan penjajah, lho itu kan luar biasa,” tuturnya.
Ganjar pun tak menampik adanya ketidaksempurnaan di pesantren. Seiring munculnya kasus negatif yang belakangan terjadi. Hal itu bisa disikapi dengan kesadaran untuk menjaga marwah dari pesantren.
“Ayo siapa pun musti dijaga, yang kurang ayo kita perbaiki,” tegas Ganjar.
Terlepas dari itu, adanya Undang-undang Pesantren dan Perda Pesantren menjadi awal untuk mendorong terciptanya suasana yang positif. Sehingga menghasilkan santri dengan ilmu agama yang hebat. Diikuti perilaku atau karakternya pasti hebat.
“Ya mudah-mudahan halaqoh ini juga akan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi, bagaimana menjaga marwah pondok pesantren tapi sekaligus mengembangkan dan mengapresiasi,” katanya.
Apalagi saat ini, kata Ganjar, banyak santri yang berpengaruh dan berprestasi. Misalnya di MTQ XXIX di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu. Ganjar bertemu seorang mahasiswa ISI yang juga seorang santri.
“Kita lihat seni ternyata jagoan juga. Sekolah apa mas, ISI. Bayangkan sekolahnya di ISI tapi juga santri sehingga karya-karyanya menjadi sesuatu yang luar biasa,” tandasnya.