SEMARANG, semarangnews.id – Kamis siang, (16/5/2024) Fienthy Eko Wati, salah seorang pengurus PSMTI Jateng (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia), mengunjungi lokasi wisata Watu Gajah Park Ungaran, untuk melihat belasan bongpay atau batu nisan kuno milik warga Tinghoa yang sempat sebelumnya diselamatkan dari kelurahan Jomblang kota Semarang.
Video keberadaan 16 batu nisan kuno Tionghoa tersebut sempat viral karena dijadikan penutup selokan di salah satu sudut lingkungan warga.
“Tentang bongpay – bongpay yang terlantar yang mungkin keluarganya sudah tidak ada bisa dilaporkan ke PSMTI Jawa Tengah, jangan sampai ada kejadian seperti yang viral kemarin jadi tutup selokan, kan kasian,” ujarnya.
Dari bentuk fisik, diperkirakan belasan bongpay kuno tersebut telah berusia ratusan tahun.
“Itu kan usianya sudah ratusan tahun, ada sejarahnya jadi perlu dipelihara,” ungkap Fienthy.
Tidak hanya itu, menurut Fienthy yang beberapa waktu lalu sempat mendaftarkan diri di bursa seleksi calon wakil wali kota Semarang partai Golkar, dirinya akan memperjuangkan persoalan bongpay Tionghoa kuno ini jika masuk dan terpilih jadi wakil wali kota Semarang.
“Ya ini juga jadi program saya terutama kan saya sebagai pengurus PSMTI, bakal calon wakil wali kota Semarang, kita memperjuangkan bongpay-bongpay tersebut agar dilestarikan sebagai bagian dari peninggalan sejarah,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua PSMTI Jateng Bambang Wuragil menyebut, besar kemungkinan jumlah bongpay Tionghoa kuno yang terlantar di kota Semarang, jumlahnya mencapai ribuan.
“Karena kita juga tidak punya tempat, sementara kita taruh di sini. Kita sebetulnya mengetuk hati pemerintah kota, atau pemerintah provinsi kalau bisa diberikan tempat, bongpay-bongpay ini bisa dijadikan museum. Nanti untuk pembangunannya kita bisa iuran, saweran kemudian kita bisa kumpulkan karena kita yakin bahwa ada ribuan bongpay ini yang terlantar,” ungkapnya.
Pembangunan kota diduga jadi salah satu penyebab digusurnya sejumlah makam kuno etnis Tionghoa di kota Semarang. Dan bisa jadi, ulah pengembang yang tidak bertanggung jawab menyebabkan bongpay-bongpay kuno ini terlantar, ditambah tak ada lagi ahli waris yang mengurus keberadaan bongpay-bongpay tersebut.
“Jaman kan sudah berganti. Kalau dulu mungkin karena tergusur oleh kebutuhan rumah bagi warga makanya makam-makam itu banyak yang digusur. Tapi kan sekarang kita melihat banyak pembangunan perumahan dan sebagainya yang sebetulnya tidak perlu melakukan penggusuran lagi terhadap makam-makam Tionghoa, tidak hanya di Semarang tetapi di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Bambang yakin masih banyak bongpay Tionghoa kuno yang digunakan warga untuk hal-hal yang tidak semestinya. Karenanya melalui PSMTI, Bambang telah menyiapkan sejumlah rencana.
“Sebetulnya kalau nanti sudah ada perhatian dari pemerintah, langkah kita adalah kita masuk ke kelurahan-kelurahan kita melakukan sosialisasi, lalu penggantian apa yang kita bisa berikan ke penduduk supaya kita sama-sama tidak ada rasa saling tersinggung dan sebagainya,” jelas Bambang.
Tidak hanya soal melestarikan sejarah leluhur, Bambang berharap rencana pembuatan museum bongpay Tionghoa kuno dapat menguntungkan pihak pemerintah kota Semarang karena akan mendatangkan keuntungan dari sisi pariwisata.
“Saya kira itu nantinya akan sangat bagus untuk pemerintah kota Semarang terutama ya. Bahwa nanti akan banyak turis yang datang mungkin untuk melihat disini oh ternyata ada peninggalan makam leluhur yang sudah berusia ratusan tahun, mungkin makamnya sudah tidak ada tetapi kalau orang jawa bilang tetengernya masih ada,” pungkasnya.