Site icon semarangnews.id

Smart City Kota Semarang, Jangan Cuma ‘Label’

SEMARANG, semarangnews.id – Aktivis lingkungan, urbanist, sekaligus pemerhati tata kota Marco Kusumawijaya menyebut, kota Semarang memiliki posisi yang sangat khas, dalam sejarah perkotaan di Indonesia.

Hal ini disampaikannya usai acara bedah buku karya mantan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi), yang berjudul Model Tata Kelola Kota Cerdas Semarang: Mengubah Kota Tertinggal Menjadi Kota Cerdas, Sabtu malam (18/5/2024).

Meski Marco mengaku tak tahu banyak tentang kota Semarang, namun di dalam bukunya yang terbit pada 2023 lalu (Kota-Kota Indonesia: Pengantar untuk Orang Banyak), Marco menulis kota Semarang sebagai tempat lahirnya ide-ide penting soal perencanaan kota dan perumahan.

Marco Kusumawijaya saat menjelaskan soal sejarah kota Semarang, 19/5/2024. (Selly).

“Karena disini lahir gagasan tentang perumahan untuk pribumi, disini berpraktek beberapa perencanaan kota yang populer pelopor ya, Thomas Karsten, Henri Maclaine Pont,” ungkap Marco.

Menurut Marco, saat itu kota Semarang memiliki para pemikir brilian yang berusaha memberikan solusi terhadap persoalan tata kota.

“Maksudnya saya menyampaikan hal tersebut dalam acara bedah bukunya pak Hendi, adalah untuk mengatakan kecerdasan itu, termasuk kecerdasan dalam memahami persoalan ya, bagi saya orang-orang Semarang awal abad 20 itu sangat cerdas membaca masalah itu, ketika kota-kota lain belum sadar,” ujarnya.

“Mengapa itu mungkin ? Karena menurut saya, waktu itu Semarang memang kota penting secara ekonomi. Jangan lupa, pusat perkeretaapian itu ada di Semarang, jadi buruh kereta api itu banyak sekali di Semarang,” imbuh Marco.

Soal kota cerdas atau smart city dalam buku tulisan Hendi, Marco mengkaitkannya dengan ‘label’.

“Sebetulnya smart city itu adalah label untuk para produsen teknologi, mereka mau menjual teknologi untuk pengembangan kota,” jelas Marco.

Bagi Marco, kecerdasan suatu kota bukan hanya soal teknologi, melainkan diantaranya sumber daya manusia.

“Yang harus cerdas itu penduduknya, kalau warga cerdas tentunya teknologi bisa dipilih dengan cerdas,” pungkasnya.

Namun, saat ditanya soal penggalan judul buku Hendi yang menyebut mengubah Semarang dari kota tertinggal menjadi kota cerdas, Marco mengaku dirinya tak paham dengan kata tertinggal yang dimaksud.

“Saya tidak paham mengapa Semarang disebut tertinggal gitu ya, saya gak ngerti dari mana asal usulnya. Kita selalu harus hati-hati juga mengatakan sesuatu itu minus atau tidak, harus jelas. Terus terang di buku itu tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan Semarang tertinggal,” tegasnya.

Sementara itu, Iswar Aminuddin Sekda kota Semarang, yang turut menjadi salah satu pembicara dalam bedah buku tersebut mengatakan, kebudayaan menjadi salah satu hal penting dalam pembangunan kota.

“Makanya di dalam pembangunan sebuah kota dibutuhkan kebudayaan mas, jangan kemudian menghilangkan jejak-jejak sejarah,” ungkap Iswar.

Iswar Aminuddin menjelaskan upaya Pemkot Semarang dalam pembangunan. Semarang, 19/5/2204. (Selly).

Dirinya mencontohkan ada sejumlah wilayah di kota Semarang yang kehilangan bagian penting dari fungsi infrastruktur yang berdampak negatif pada lingkungan.

“Saya bertetangga dengan almarhum Prof. Sidharta beliau dewan kota, dia berdiskusi ke saya, mas Iswar kalau di Simpang Lima sebetulnya dulu itu ada daerah resapan kok bisa hilang,” ungkapnya.

“Nah pentingnya seorang perencana mengetahui itu. Tentang jejak-jejak sejarah masa lampau. Oh mbiyen iki koyo ngene oh kita harus kembalikan lagi. Alam kok mbok lawan!,” tegasnya.

Belakangan, banjir di kota Semarang semakin berdampak luas. Meski pemerintah kota telah berupaya melakukan pencegahan dengan membangun sejumlah fasilitas penanggulangan banjir, namun hal tersebut dirasa belum memadai.

“Waktu saya dulu masih menjadi Kepala Dinas PU sistem sudah kita bangun yang namanya smart PU. Responnya sangat cepat ada banjir di daerah mana masyarakat melaporkan kemudian masuk ke petugas langsung dijawab dengan gambar, untuk membuktikan bahwa keseriusan pemerintah ada disana. Jadi ndak perlu lagi kita berdebat dalam media sosial,” ucap Iswar.

Iswar yang sebelumnya sempat mendaftarkan diri dalam seleksi bakal calon wali kota Semarang dari partai Golkar mengatakan, jika ia akan selalu menghargai pembangunan hasil kerja keras para pemimpin kota Semarang.

“Saya tuh orangnya mikul duwur mendem njero mas. Kelebihan kekurangan pemimpin masa lampau diapa-apake tetep pemimpin. Karena pemimpin itu sudah terlahir karena memang sudah titahnya. Kekurangan beliau-beliau justru tantangan bagi kita,” ujarnya.

Acara bedah buku yang diselenggarakan oleh KOTTA (Komunitas Transformasi Kota) di Soeboer Kitchen ini, berlangsung cukup menarik dengan hadirnya dua pembicara lain, yaitu Sri Rejeki dari Fakultas Arsitektur dan Desain UNIKA dan Izzan Arif Hutomo dari Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Jawa Tengah. Ditambah pula dengan hadirnya sejumlah peserta dari berbagai latar belakang antara lain profesional, akademisi, aktivis anti korupsi, mahasiswa dan warga kota Semarang.

Qodrat Fajar Rizki selaku ketua panitia menyebut, jika keinginan untuk terlibat aktif dalam pembangunan kota Semarang menjadi salah satu latar belakang diadakannya bedah buku tersebut.

Ketua panitia Qodrat Fajar Rizki saat menjelaskan terkait bedah buku yang diselenggarakan KOTTA, Semarang 19/5/2024. (Selly).

“Berangkat dari visi misi komunitas KOTTA, dimana kita anak muda ingin secara aktif ikut terlibat dan berperan bersama pemerintah untuk menyelesaikan isu-isu perkotaan, mulai lingkungan, infrastruktur, sosial dan sebagainya,” ujar Qodrat.

Dan buku Hendi tersebut menurutnya cukup memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang kesuksesan sebuah kota dalam bertransformasi.

“Kami mempelajari lebih dalam dimana konsep yang cukup sukses untuk suatu kota bertransformasi, kota yang sebelumnya kurang terbuka, kurang digital menjadi kota yang lebih aktif, adaptif terhadap lingkungan dan bisa mengatasi permasalahan-permasalahan kota,” pungkas Qodrat.

Exit mobile version