Satria Pratama (tengah) Kuasa Hukum YPDPB bersama Ketua Yayasan dan pengurus, usai proses persidangan di PTUN, Semarang 21/1/2025. (Selly).
SEMARANG, semarangnews.id – Sidang sengketa lahan wakaf di kawasan Jalan Tri Lomba Juang, Mugasari, Kota Semarang, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Selasa (21/1/2025).
Perkara dengan nomor 81/G/2024/PTUN.SMG ini melibatkan Yayasan Pendidikan Islam Nasima sebagai penggugat, yang melakukan gugatan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang dan Yayasan Pangeran Diponegoro Peduli Bangsa (YPDPB) sebagai tergugat II intervensi.
Dalam sengketa ini, Yayasan Pendidikan Islam Nasima menggugat Sertipikat Wakaf Nomor 00006 dan 00007 yang menjadi milik YPDPB. Penggugat meminta agar kedua sertifikat tersebut dibatalkan.
“Yayasan Pangeran Diponegoro Peduli Bangsa bukanlah kelanjutan dari Yayasan Pendidikan Pangeran Diponegoro, karena memang aktenya betul-betul baru. Padahal kita kerjasamanya dengan Yayasan Pendidikan Pangeran Diponegoro,” ujar kuasa hukum Yayasan Pendidikan Islam Nasima.
Menurutnya sertifikat wakaf lahan yang saat ini digunakan oleh Yayasan Nasima untuk proses belajar mengajar Sekolah Menengah Pertama di jalan Tri Lomba Juang tersebut menjadi tidak sah karena adanya perbedaan nama.
Sebelumnya sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Cakra sejak pukul 09.00 WIB mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak penggugat dan tergugat II intervensi, serta penyerahan tambahan bukti.
Usai persidangan, MKH Law Office melalui Satria Pratama selaku kuasa hukum YPDPB menyampaikan pernyataan resmi kepada media. Satria menegaskan bahwa sertifikat wakaf yang menjadi obyek gugatan adalah sah dan dikeluarkan sesuai peraturan.
“Kami hadir memberikan kesaksian terkait latarbelakang historis tanah dari HGB menjadi sertifikat wakaf kemudian juga latar belakang PKS sampai kepada upaya kami melakukan evaluasi lima tahunan kepada Nasima,” ujar Satria.
Menurutnya pihak kuasa hukum telah membuktikan melalui keabsahan akte pendirian awal hingga akte perubahan dari yang semula Yayasan Pangeran Diponegoro menjadi Yayasan Pangeran Diponegoro Peduli Bangsa.
“Untuk menjawab legal standing kami, kami sudah buktikan melalui akta pendirian awal kemudian juga akta perubahan dari Pendidikan Diponegoro menjadi Peduli Bangsa itu dengan akte nomor 1 tahun 2008, oleh notaris Emi Wijayanti dan kami sudah buktikan keaslian dan lampirkan melalui leges di pengadilan,” jelas Satria.
“Kami akan terus mempertahankan status hukum Sertipikat Wakaf Nomor 00006 dan 00007. Langkah hukum ini diambil untuk melindungi aset yang telah diamanahkan kepada yayasan kami,” imbuhnya.
Konflik ini menarik perhatian publik karena melibatkan lahan wakaf yang dianggap memiliki nilai strategis dan sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Abdul Jamil dan Prof. Akhmad Arif Junaidi yang merupakan pengurus Yayasan Pangeran Diponegoro Peduli Bangsa sekaligus saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut, turut memberikan pandangan hukum dan menekankan pentingnya menjaga keabsahan aset wakaf di tengah sengketa ini.
“Soal sertifikat wakaf itu tetap ndak boleh diusik-usik. Karena apa? karena proses sampai kepada sertifikat wakaf yang ada di tangan kita itu proses yang sudah prosedural. Mulai dari kita mencatatkan di KUA, habis itu di BPN, dan semuanya melalui yang sesuai peraturan perundangan,” ungkap Prof. Akhmad.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan jika lazimnya di Indonesia sertifikat wakaf lebih disukai.
“Di Indonesia itu justru kalau ada sertifikat wakaf orang malah senang, kenapa, karena dengan begitu aset itu menjadi milik publik milik agama tidak bisa orang mengusik-ngusik sertifikat wakaf dan itulah cita-cita kita,” tegasnya.
Rencananya sidang lanjutan akan digelar dalam waktu dekat untuk memeriksa bukti dan saksi lainnya.