KAB. SEMARANG, semarangnews.id – Didampingi kuasa hukumnya, Supono, warga Dusun Wawar Kidul RT 002 RW 003 Kelurahan Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang, Jumat lalu (9/6/2023) mendatangi kantor DPRD Kabupaten Semarang, untuk meminta perlindungan hukum terkait permasalahan tanah hak waris miliknya atas nama Dul Rahman Sampan bin Atmo Miharjo dengan luas sekitar 9000 meter persegi yang terletak tak jauh dari tempat tinggalnya.
Disaat bersamaan hadir pula sejumlah warga yang diduga turut mengklaim hak kepemilikan atas tanah tersebut dengan alasan warga tidak menerima dan mengakui adanya sertifikat tanah yang dimaksud, karena merasa tanah tersebut sempat dihibahkan sebelumnya kepada warga Dusun Wawar Kidul.
Febri Prima kuasa hukum Supono mengatakan bahwa kliennya memiliki dasar hukum kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik nomor 252 yang saat ini diduga dikuasai oleh perangkat Dusun Wawar Kidul.
“Jadi hari ini kami meminta perlindungan hukum kepada Komisi A DPRD Kabupaten Semarang karena klien kami Supono telah dirampas hak kepemilikan tanah yang diberikan oleh kakeknya Dul Rahman dan serifikat tanahnya juga dikuasai secara sepihak oleh perangkat Dusun Wawar,” ujar Febri.
Febri menambahkan kliennya diduga sempat mengalami intimidasi oleh warga sekitar beberapa tahun silam.
“Sekitar tahun 2010 klien kami Supono sempat dipukuli warga karena dituduh mencuri kopi dan kemukus padahal klien kami memanen di atas lahan yang menjadi haknya,” imbuh Febri.
Dalam hal ini, Febri meminta keadilan atas hak kliennya Supono kepada para pemimpin dan tokoh masyarakat agar mau memperjuangkan nasib rakyat kecil.
“Agar para pemimpin, masyarakat dan para tokoh yang memang berwenang mendengar aspirasi ini. Kami menuntut keadilan, dari klien kami yang tidak bisa baca tulis, Supono ini orang tidak punya alias minoritas melawan warga mayoritas,” ungkap Febri.
Sebelumnya pada 3 Juli 2020 silam, Supono bersama ahli waris lainnya sempat menghadiri undangan mediasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Semarang yang juga dihadiri oleh Supardi Kepala Dusun Wawar, Saryono Ketua RW 003 dan Slamet selaku Lurah Bedono, namun tidak menemukan titik terang hingga saat ini. Dan permasalahan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Di sisi lain ketika ditanya terkait dugaan intimidasi dan penguasaan sertifikat yang dilakukan oleh warga dan pihak Dusun Wawar, Saryono selaku Ketua RW 003 dan Supardi Kepala Dusun Wawar dengan tegas menyangkal.
“Ndak ada intimidasi, bahkan dia (Supono) sudah bekerja di tempat kami, bahkan untuk sembako juga kami pikirkan, dan rumah juga, tapi dia (Supono) ndak mau, alesane kalau tanah itu sudah dijual dia mau cari rumah sendiri,” terang Saryono dan Supardi.
Saryono menegaskan dirinya bersama Kepala Dusun dan warga tetap akan mempertahankan hak warga setempat atas tanah tersebut.
Sementara itu, audiensi yang berlangsung sekitar satu jam setengah tersebut dipimpin langsung oleh Badarrudin Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Semarang.
Selain itu turut hadir pula Kepala BPN Kabupaten Semarang, staf bidang hukum Bupati Kabupaten Semarang, perwakilan Kelurahan Bedono dan Camat Jambu Kabupaten Semarang.
Pada kesempatan tersebut Ketua Komisi A Badarrudin mengatakan pihaknya tidak dapat mengabulkan permohonan perlindungan hukum yang diajukan kuasa hukum Supono, karena menurutnya itu bukanlah wewenang DPRD Kabupaten Semarang.
“Tadi saya sarankan pihak Bupati untuk membantu melakukan mediasi menyelesaikan masalah ini. Kalau secara musyawarah mufakat tidak selesai, karena negara kita negara hukum, maka diselesaikan secara hukum. Jangan sampai ada sanksi sosial sebegitu beratnya menurut tuntutan warga yang disampaikan tadi,” ungkap Badarrudin.
Komisi A DPRD Kabupaten Semarang juga menyarankan agar kedua pihak menelusuri alas hak dan asal usul atas tanah tersebut, serta mengumpulkan data selengkap-lengkapnya agar menjadi terang, siapa yang memang berhak atas tanah tersebut. Hal ini juga dikuatkan oleh pihak BPN Kabupaten Semarang, yang berpendapat semestinya pendaftaran kepemilikan atas tanah tersebut merujuk kepada PP Nomor 10 tahun 1961.