Ketua LBH Petir Jateng Zainal Abidin Petir bersama D, usai berikan keterangan terkait gugatan cerai suaminya, Semarang 27/5/2025. (Sapto).
SEMARANG, semarangnews.id – Seorang ibu rumah tangga berinisial D (36) harus menghadapi gugatan cerai dari suaminya sendiri setelah mencalonkan diri sebagai caleg dalam Pemilu 2024 lalu. Sang suami yang bekerja di salah satu lembaga negara menilai D tidak meminta izin dan menghabiskan banyak uang selama proses kampanye.
Kuasa hukum D, Zainal Abidin Petir dari LBH Petir Jateng, menyebut gugatan tersebut tidak berdasar.
“Jadi gugatan yang diajukan ke klien saya, gugatan yang mengada-ngada. Klien saya digugat karena dianggap tidak patuh, tidak taat dan intinya dia tidak suka kalau istrinya pernah mencalonkan menjadi calon anggota legislatif kota Semarang dari partai yang saat ini belum bisa saya sampaikan,” ujarnya.
Zainal menegaskan bahwa hak bekerja adalah bagian dari hak asasi manusia.
“Setiap warga negara kan berhak mencari pekerjaan yang layak, yang sesuai dengan keahliannya dan itu dijamin di konstitusi dan di UU Hak Asasi Manusia juga dijamin.”
Ia juga menyayangkan sikap penggugat yang dinilainya tidak profesional, apalagi memiliki posisi strategis di lembaga negara.
Soal tuduhan pemborosan biaya pileg, Zainal menanggapi santai.
“Ya dibuktikan aja, berapa uang yang dihabiskan. Ya namanya mencalonkan pasti mengeluarkan biaya untuk kampanye.”
Ia juga menambahkan bahwa perceraian seharusnya didasari alasan kuat dan jelas.
“Misal karena perselingkuhan atau zina, ada kekerasan dalam rumah tangga, mabuk-mabukan, kemudian bertengkar terus menerus dan tak bisa diselesaikan, nah itu kan dasarnya jelas.”
Selain soal pencalegan, suami D juga menggugat karena merasa tak dilibatkan dalam pembangunan rumah.
“Seolah-olah uang yang digunakan oleh klien saya dianggap tidak transparan. Ini kan aneh lawong karo bojone dewe kok rak percoyo,” imbuhnya.
D membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
“Semua tuduhan-tuduhan yang bersangkutan sama sekali tidak benar. Dan bisa saya buktikan. Ada bukti percakapan, kami berdua bahwa saya tidak pernah tidak meminta izin. Saya selalu izin setiap ada kegiatan partai pun, dari surat undangan partai pun saya juga share ke beliau, dimana beliau pun juga memberikan izin.”
Ia bahkan telah menyiapkan bukti transaksi pembangunan rumah yang saat ini ia tempati bersama anak semata wayangnya.
D mengaku telah mengalami tekanan rumah tangga selama 1,5 tahun dan selama enam bulan terakhir, ia kehilangan komunikasi dan nafkah dari suaminya.
“Jadi semenjak 6 bulan terakhir komunikasi kita tidak ada sama sekali, beliau ngeblok saya, medsos saya juga di blok, beliau pun juga sudah menghentikan nafkah lahir batin.”
Yang lebih menyakitkan, D menyebut anaknya sempat diragukan oleh sang suami.
“Ketika anak saya usia 9 bulan beliau sempat meragukan anaknya. Sehingga saya melakukan tes DNA di Semarang, namun samplenya dikirim ke Inggris. Dan hasilnya terbukti bahwa itu anak kami berdua.”
Meski demikian, D berharap rumah tangganya masih bisa diperbaiki.
“Sangat sedih mas, saya harus berjuang sendiri untuk kesejahteraan anak, mental anak, bahkan ketika saya menangis pun anak saya tahu kalau maminya nangis dan dia kalau lihat mobil kaya punya ayahnya dia manggil-manggil gitu,” imbuh D dengan mata berkaca-kaca.
Sidang perdana perceraian telah digelar di Pengadilan Agama Semarang pada Selasa, 27 Mei 2025. Tim kuasa hukum D juga tengah menyiapkan laporan pidana terkait dugaan penelantaran anak dan kekerasan verbal, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Hingga berita ini diunggah kami belum mendapatkan keterangan dari pihak suami maupun kuasa hukumnya.