SEMARANG, semarangnews.id – Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penyintas kusta masih menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan kusta. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan untuk menghapus stigmatisasi tersebut diperlukan peran dari seluruh sektor.
Ganjar menjelaskan berdasarkan data tahun 2019-2021, indikator capaian penanggulangan kusta di Jawa Tengah terus membaik. Namun masih butuh peningkatan agar penyakit kusta benar-benar bersih.
“Tadi ada dua penyintas kusta kami minta bercerita bagaimana kondisi sakit, perawatan, peran pemerintah, serta respons keluarga dan masyarakat. Ternyata stigmatisasi masih ada sehingga diskriminasi sering muncul. Itu butuh literasi dan kita dorong untuk dihapuskan,” katanya usai membuka acara Hari Kusta Dunia tingkat Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Senin (31/1/2022).
Sejauh ini dari 34 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya menyisakan Kabupaten Brebes yang masih belum mencapai eliminasi. Menurut Ganjar, Brebes merupakan satu daerah yang menjadi perhatian terkait penanggulangan penyakit kusta.
“Kita turun terus. Kita cek masih ada satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu Brebes untuk didorong. Brebes itu memang gede banget dan complicated. Maka musti diberikan bantuan dari kelompok masyarakat terutama yang peduli kusta,” katanya.
Ganjar berharap stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihilangkan. Maka dari itu dibutuhkan rekomendasi atau metodologi untuk memperbaiki. Misalnya dalam tracing dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi. Juga lebih terbuka dengan berbagai media untuk pelaporan sehingga penyintas mau dan tidak malu untuk melapor.
“Kalau dulu kita mencari dan orang yang dicari tidak mau mengaku. Jauhi penyakitnya bukan orangnya karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi,” ungkapnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan penanggulangan kusta antara lain adalah pencarian kasus yang lebih intens, komunikasi dengan masyarakat dna puskesmas untuk deteksi secara langsung.
“Pemerintahan sampai level desa serta RT/RW bisa melaporkan kasus. Deteksi dini memang perlu maka kita butuh memberikan indikator atau gejala awal sehingga bisa cepat diketahui,” katanya.
Dalam acara tersebut Ganjar juga sempat berbincang dengan penyintas kusta, Firmansyah. Menurut Firmansyah stigmatisasi terhadap penyintas kusta memang masih ada bahkan ia sendiri pernah mengalami. Mulai dari keluarga hingga masyarakat yang tidak mau mendekat karena takut ketularan. Stigmatisasi itu juga membuat penyintas merasa tambah sakit.
“Saya sendiri pernah merasakan minder, orang tidak mau mendekat karena takut tertular. Padahal penularan penyakit ini sendiri butuh waktu yang lama, inkubasinya bisa lima tahun. Jadi saya berharap stigma diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihapuskan,” ujar Firmansyah saat berbincang dengan Ganjar.