SEMARANG, semarangnews.id – Di warung burjo ‘Boim’ Banaran Gunung Pati kota Semarang, Rabu sore (27/12/2023), puluhan anak muda dan mahasiswa pemerhati pertanian dari berbagai daerah begitu antusias mengikuti Foccus Group Discussion bertajuk ‘Pertanian Modern Sebagai Jantung Kedaulatan Pangan’ yang diselenggarakan Rangers Z Collective Movement bersama Petaninesia dan Perempuan Tani HKTI Jawa Tengah.
Dihadapan anak muda, Nur Faisah selaku Ketua DPD Perempuan Tani HKTI Jawa Tengah yang menyampaikan bahwa dirinya mendorong penuh upaya yang dilakukan anak muda terkait mewujudkan kedaulatan pangan dengan teknologi pertanian modern.
“Sekarang anak muda, kalian semua bisa ikut berpartisipasi menjadi pelaku pertanian yang akan mewujudkan Indonesia yang berdaulat pangan. Caranya sudah tidak lagi seperti dulu yang konvensional, tapi teknologi sudah membuatnya semakin lebih mudah,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Faisah, dirinya berharap kepada generasi muda untuk selalu membuka wawasan pengetahuan pertanian modern.
“Jangan pernah menganggap menjadi petani atau bekerja di bidang pertanian itu pekerjaan rendahan. Kalian harus sadar jika potensi hasil pertanian di Indonesia sangatlah besar dan ini peluang bagi kalian semua apalagi digarap dengan metode pertanian modern, seperti yang saat ini mulai berjalan,” imbuhnya.
Selain memberikan motivasi dan semangat mengembangkan dunia pertanian modern, Faisah juga menjawab sejumlah pertanyaan dari salah seorang peserta terkait perkembangan pertanian di Jawa Tengah, mulai soal minimnya sumber daya manusia hingga sulitnya mendapatkan pupuk yang saat ini banyak dialami para petani.
”Secara realistis banyak orang tua yang tidak mengijinkan anaknya menjadi petani karena jadi petani itu sulit rekoso. Di desa saya mau cari pupuk subsidi aja susah. Pak lurah kalo ditanya jawabnya mesti belum turun dari kementerian, nah kalo begitu bagaimana solusinya bu?,” tanya Syahrul kepada Faisah.
Spontan Faisah menjawab jika dari tahun 2021 dan masa pandemi, produksi pertanian di Jawa Tengah relatif stabil. Dan dirinya bersama HKTI banyak memberikan bantuan benih berikut pupuk kepada sejumlah kelompok tani di Jawa Tengah.
”Ya gini mas, pengalaman saya beberapa tahun belakang kalau ndak salah 2021 atau saat corona kemarin itu, produksi pertanian di Jawa Tengah relatif aman. Bahkan kita masih bisa ekspor di beberapa komoditas. Terus soal pupuk subsidi susah didapat, kalau kita HKTI sempat berikan benih dan pupuk gratis ke petani, ya harapannya ini bisa memotivasi pemerintah untuk melakukan hal yang sama. Jadi petani jangan dipersulit lagi,” tegasnya.
Sementara itu Reyhan Maulana, co founder Rangers Z Collective Movement menyampaikan jika anak muda saat ini harus diberikan motivasi dan kesadaran tentang keberlanjutan pertanian di masa yang akan datang.
”Banyak kawan-kawan, seperti saya misalnya anak petani dari Kediri yang datang ke Semarang untuk berkuliah tapi begitu lulus gak lagi minat terjun ke dunia pertanian, sementara pertanian merupakan masalah pangan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Bukan hanya soal memberikan kesadaran anak muda, Rayhan juga menambahkan jika banyak hal-hal sederhana yang bisa dilakukan anak muda dan mahasiswa untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan.
”Dengan kapasitas kami sebagai anak muda dan mahasiswa tentu kita tak mungkin misalnya memberikan konsessi lahan untuk pertanian, akan tetapi kita bisa bergerak bersama lakukan hal sederhana seperti kegiatan diskusi kita sore ini, ya intinya harus ada langkah konkrit,” pungkasnya.
Hal serupa juga diungkapkan Rizky Ketua BEM FPP UNDIP, yang juga menjadi moderator dalam diskusi tersebut. Rizky menyebut jika tak sedikit rekan-rekan kuliahnya yang setelah lulus dari Fakultas Pertanian tidak juga terjun di dunia usaha pertanian.
“Berdasar data yang saya peroleh, keterserapan tenaga kerja di bidang pertanian di usia produktif itu menduduki posisi paling besar yakni hampir sekitar 30 persen, tepatnya 29,9 persen. Nah ini menjadi potensi sekaligus ancaman, karena banyak mahasiswa Fakultas Pertanian UNDIP misalnya tidak bekerja di bidang pertanian,” jelasnya.
Menurut Rizky hal tersebut disebabkan banyak hal yang menjadi kendala di bidang pertanian sehingga generasi muda enggan terjun di bidang tersebut.
”Masih banyak kendala di sektor pertanian yang menjadi momok untuk generasi muda terjun ke dalamnya. Mulai soal mahalnya pupuk, kemudian alih fungsi atau keterbatasan lahan pertanian dan sebagainya,” ujar Rizky.
Terkait kedaulatan pangan nasional, Rizky menjelaskan jika kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan pertumbuhan populasi manusia di Indonesia, sementara jika tak ada penerus sumber daya manusia dan teknologi, maka dapat dipastikan Indonesia semakin jauh dari kata kedaulatan pangan.
Di akhir, Agung Nugroho co founder Petaninesia.id, salah satu platform edukasi pertanian di Indonesia mengungkapkan jika peran generasi muda di bidang pertanian saat ini masih sangat kurang dan posisi peringkat kedaulatan pangan masih berada jauh di bawah negara-negara lain di dunia.
”GFSI (Global Food Security Index) melaporkan jika Indonesia berada di posisi 63 dari 113 negara di seluruh dunia perihal kedaulatan pangan. Kita bisa kalah dengan Vietnam negara yang lahan pertaniannya kecil, bahkan kita impor beras dari sana,” ujarnya.
Agung menambahkan jika nilai produksi pertanian di Indonesia masih rendah karena belum bisa menerapkan dan mengadopsi teknologi pertanian seperti di negara-negara lain.
”Indonesia lahannya luas, air melimpah, sumber daya manusia masih bisa ditingkatkan dan gak kalah, akan tetapi kita hingga saat ini belum bisa mengadopsi dan menerapkan teknologi pertanian seperti di Jepang, India, Tiongkok makanya banyak petani kita mengeluh hasil produksi pertaniannya tidak sesuai yang diharapkan,” tutupnya.