SEMARANG, semarangnews.id – “Sampai sekarang saya tidak pernah lihat dimana buku merah yang sering disebut-sebut buku catatan bu Dini atau mesin ketik maupun kalau sekarang laptop ya,” ungkap Sulis Bambang penulis dari Bengkel Sastra sekaligus sahabat NH Dini saat ditanya soal kebiasaan menulis mendiang NH Dini pada peringatan hari lahirnya yang jatuh pada 29 Februari tahun Kabisat.
Sore itu, Jumat (1/3/2024), Bengkel Sastra bekerjasama dengan Collabox dan Cafe Tekodeko Kota Lama Semarang, menggelar Talkshow bertajuk NH Dini di Mata Sahabat, mengenang kembali novelis sekaligus sastrawan feminis dari kota Semarang, yang memiliki nama lengkap Nurhayati Sri Hardini.
Acara talkshow tersebut menghadirkan tiga sahabat karib NH Dini dari Rotary Club District 3420, Cindy Bachtiar, Hesti Utami dan Dyah Anggraeni.
Sekitar 1 jam talkshow berlangsung hangat. Sejumlah pertanyaan terkait bagaimana NH Dini semasa hidupnya, dijawab dan disampaikan mereka dengan cukup jelas.
Sesekali dari wajah masing-masing terpancar ekspresi bahagia mengenang masa mereka bersama NH Dini. Ada kalanya mereka seperti menyembunyikan suatu hal dari NH Dini yang mungkin kurang pas untuk disampaikan.
Hingga tiba pada kenangan buku kecil yang digunakan NH Dini saat ia menemukan sesuatu yang menarik dan dicatat dalam buku tersebut. Sulis Bambang menyebutnya dengan buku merah.
Bagi Sulis, buku merah itu salah satu kunci penting dari sejarah kehidupan seorang penulis yang dikenal banyak memperjuangkan hak-hak perempuan melalui karya tulisannya.
Namun sangat disayangkan ia tidak menemukan dimana keberadaan buku tersebut. Sulis juga menyesalkan mengapa tak ada yang menyelamatkan barang bersejarah NH Dini sepeninggalannya.
”Waktu saya terakhir mengunjungi ruangan NH Dini tak lama beliau meninggal itu, ternyata sudah rapih semua, saya tidak tahu siapa yang merapikan dan kemana barang-barang tersebut, termasuk buku merah tadi,” ungkap Sulis dihadapan tamu yang hadir.
NH Dini yang Menginspirasi
Karya NH Dini banyak mendapatkan penghargaan dari dalam hingga luar negeri meski nama NH Dini kurang populer di kalangan generasi muda, karenanya acara kali ini dikemas berbeda.
“Biasanya kalau Bengkel Sastra mengadakan acara NH Dini ini ya hanya doa bersama kemudian pertemuan dengan temen-temen. Tapi dengan kita berkolaborasi dengan Manda ini, dia dan temen-temen muda itu membuat acara ini dengan sesuatu yang berbeda dari biasanya,” jelas Sulis yang duduk bersebelahan dengan Manda.
Dengan gaya pop art, Manda dan teman-teman mudanya mengemas peringatan NH Dini cukup menarik dan berkesan.
“Kita berharap dengan acara ini, mereka anak muda terinspirasilah, karena kita banyak mengajak komunitas muda seperti fotografer, musisi, teater jadi kita berharap mereka mau mengenang kembali atau mungkin mengikuti jejak NH Dini,” ungkap Sulis.
Tak jauh berbeda dengan Sulis, Manda pun berharap NH Dini bisa menginspirasi.
”Jadi kita berharap NH Dini sebagai inspirasi ya buat temen-temen bukan cuma sastrawan, tetapi untuk industri kreatif in general,” ujar Manda.
Terkait kebiasaan menulis dan budaya literasi yang masih kurang digemari anak-anak muda, Manda menyebut jika anak muda butuh apresiasi.
”Sebenarnya kalau dibilang gak suka atau sulit dalam menulis gak juga ya, tapi pertanyaannya lebih kepada apakah mereka mendapatkan apresiasi dari apa yang mereka tuangkan lewat tulisannya,” jelas Manda.
Untuk generasi muda, Manda berpesan agar segera memulai dengan talenta yang dimiliki. Karena menurutnya, menuangkan segala ide dan pemikiran dalam bentuk karya tulis maupun karya lainnya adalah keistimewaan.
Selain talkshow dalam acara tersebut juga ditampilkan sejumlah karya lukisan NH Dini, permainan biola dari sejumlah musisi muda dan pemutaran film dokumenter NH Dini.